Jumat, 08 Juni 2012

PENGARUH PERBEDAAN SUHU TERHADAP LAMA PENYIMPANAN PADA TELUR

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur berbagai makanan, dan tepung telur. Jadi, telur adalah bahan hewani yang baik untuk dikonsumsi
Telur konsumsi yang diproduksi di Indonesia berasal dari berbagai jenis unggas yang menghasilkan berbagai jenis telur yang berbeda sifat-sifatnya.  Daya simpan telur pada unggas biasanya amat pendek. Telur ayam merupakan telur unggas yang umurnya paling pendek dari pada umur telur unggas lainya. Untuk memperpanjang daya simpan dan kondisi telur tetap segar, telur tersebut perlu diperlakukan secara khusus. Salah satu upayanya adalah dengan penyimpanan yang benar. Sebagai produk pangan, telur mempunyai susunan kimia yang meliputi komposisi utama (yaitu air, protein, lemak) serta komponen penting lainya. Komposisi ini berkaitan erat dengan penggunaan, penanganan dan pengolahan lebih lanjut, seperti untuk pembuatan telur beku, tepung telur dan lain-lain. Sebagai bahan pangan hewani yang bergizi tinggi, telur kaya akan protein, lemak, vitamin, dan mineral. Penanganan pasca panen sangat penting dilakukan. Penyimpanan telur konsumsi yang utuh dan segar biasanya dilakukan pada suhu rendah dengan kelembapan tinggi. Untuk menentukan kualitas telur itik dapat dilakukan denggan dua cara, yaitu dengan peneropongan (candling) dan pengukuran terhadap parameter Indeks Putih Telur (IPT), Indeks Kuning Telur (IKT) dan Haugh Unit (HU). IPT adalah parameter yang menyatakan perbandingan antara tinggi albumin dengan rata-rata diameter panjang dan lebar albumin kental. Dari cara pennetuan kualitas tersebut yang umumnya dilakukan yakni analisis mutu telur utuh telur dilakukan secara visual langsung atau dengan penoropongan telur. Analisinya di dasarkan pada sifat-sifat morfologi telur, kondisi cangkang telur, kotoran di permukaan telur, kesegaran dan kerusakan telur.
Sifat telur yang mudah rusak dan busuk yang disebabkan oleh mikroba perlu mendapat penanganan yang tepat. Penanganan tersebut untuk memperlambat penurunan mutu dari kerusakan telur yang disebabkan karena penguapan air. Penguapan karbondioksida dan aktifitas mikroba. Factor-faktor yang mempengaruhi penyebab kerusakan tersebut tempat penyimpanan, suhu dan kelembaban ruang penyimpanan, kotoran pada kulit telur dan teknik penanganan.
Pendinginan ditujukan untuk menyimpan telur ayam dalam waktu yang lebih lama. Dalam penyimpanan ini perlu diperhatikan factor suhu dan kelembabannya pada suhu yang rendah atau dingin. Pada penyimpanan seperti ini peristiwa fisik maupun kimia mikroba akan terhambat, sehingga telur menjadi lebih awet.

1.2 Tujuan
1.      Mengidentifikasi kerusakan-kerusakan pada telur
2.      Mengetahui waktu  maksimal penyimpanan telur
3.      Mengetahui pengaruh suhu terhadap masa penyimpanan telur
1.3 Rumusan masalah
1.      Bagaimana kerusakan yang terjadi ?
2.      Hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kerusakan pada telur ?
3.      Apa perbedaan telur yang disimpan pada suhu kamar dan suhu dingin ?


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Fisik Telur
Telur mempunyai bentuk fisik bulat sampai lonjong dengan ukuran yang berbeda-beda, tergantung jenis hewan, umur dan sifat genetiknya. Secara umum telur tersusun atas tiga bagian yaitu kulit telur, putih telur dan kuning telur.
1.    Kulit telur
Mempunyai kulit yang keras yang tersusun dari garam-garam organik. Pada bagian permukaan kulit terdapat pori-pori. Pada telur yang masih baru, pori-pori masih dilapisi kutikula yang terdiri dari 90% protein dan sedikit lemak yang berfungsi mengurangi penguapan air dan mencegah masuknya mikroba.

2.    Putih telur
Terdiri dari 40% putih telur encer dan 60% lapisan putih telur kental. Bagian putih telur tidak tercampur dengan kuningnya karena adanya kalaza yang mengikat bagian kuning telur dan membran vitelin yang elastis.

3.    Kuning telur
Merupakan bagian yang paling penting dari telur, sebab pada bagian ini terdapat embrio hewan. Pada bagian kuning telur paling banyak terdapat zat-zat gizi, yang sangat penting bagi perkembangan embrio.
Adapun bagian-bagian telur secara rinci adalah sebagai berikut :
Untitled.pngKeterangan :
1: Kulit luar (shell) dengan lapisan tipis (mucus); 2: Selaput tipis yang melekat pada shell dan putih telur (membrane); 3: Lapisan putih telur (egg white) pada2 tempat, dekat dengan kulit (3a) dan yang dekat dengan kuning telur (3b) kondisinya lebih encer; 4: Lapisan putih telur kental (diapit 2 lapisan telur encer); 5: Kuning telur (yolk); 6: Titik benih (lembaga) atau germ spot; 7: Tali pengikat kuning telur (chalazeae); 8: Rongga udara (air space); 9: Lapisan luar kuning telur (vitellin).
(Buckle, 1987)
2.2  Tanda-tanda kerusakan pada telur
Telur meskipun masih utuh dapat mengalami kerusakan, baik kerusakan fisik maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Mikroba dari air, udara maupun kotoran ayam dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit telur. Telur yang telah dipecah akan mengalami kontak langsung dengan lingkungan, sehingga lebih mudah rusak dibandingkan dengan telur yang masih utuh.

Tanda-tanda kerusakan yang sering terjadi pada telur adalah sebagai berikut:
·       Adanya perubahan fisik seperti penurunan berat karena airnya menguap, pembesaran kantung telur karena sebagian isi telur berkurang,
·       Timbulnya bintik-bintik berwarna hijau, hitam atau merah karena tumbuhnya bakteri,
·       Bulukan, disebabkan oleh tumbuhnya kapang perusak telur,
·       Keluarnya bau busuk karena pertumbuhan bakteri pembusuk.
2.3 Penyebab kerusakan pada telur
1.    Mikroba
Kuning telur tidak mengandung senyawa anti bakteri, selain itu komponennya sangat lengkap sehingga mudah dimanfaatkan oleh mikroba. Jenis-jenis kerusakan yang disebabkan oleh bakteri antara lain ret roti, saus rits, dan black rots (Muchtadi, 1992).
Bagian sebelah dalam telur yang baru keluar biasanya bebas dari mikroorganisme, banyaknya mikroba yang kemudian dikandungnya ditentukan oleh kebersihan selama penyimpanan, disamping juga kondisi penyimpanannya, seperti suhu dan kelembaban. Mikroorganisme terutama bakteri, memasuki telur melalui kulit yang retak atau menembus kulit ketika lapisan tipis protein yang menutupi kuli telur telah rusak (Pelczar, 1986)
2.         Dibiarkan atau disimpan pada udara terbuka melebihi batas waktu kesegaran ( lebih dari 3 minggu)
3.         Pernah jatuh atau terantuk benda kasar/ sesame telur sehingga kulit luarnya retak
4.         Mengalami guncangan keras
5.         Terserang penyakit
6.         Pernah dierami namun tidak menetas dan terendam cairan cukup lama (Miranda, 2010)
2.4  Penyimpanan Telur
Penyimpanan telur pada dasarnya dilakukan untuk mencegah terjadinya penguapan air. Misalnya penyimpanan telur dapat dilakukan dengan jalan merendam telurdalam air kapur (ciran kalsium hidroksida) dan dalam air kaca (cairan natrium silikat). Penyimpanan telur dengan cara ini pori-pori pada kulit telur akan tertutup dan pH larutan yang tinggi akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Selain itu penyimpanan telur juga dapat dilakukan melalui pembekuan atau pengeringan. Cara penyimpanan ini lebih mudah dan telur lebih tahan lama asalkan disimpan di tempat penyimpanan yang suhunya selalu di bawah 20 derajat celsius. Cara pendinginan sebaiknya dilakukan pada suhu optimum 12-15°C dengan kelembaban 70-80 %.
Selama proses penyimpanan, telur dapat mengalami beberapa perubahan yang dapat menurunkan mutu dan kesegarannya. Perubahan yang dapat terjadi antara lain:
·      Penurunan berat telur, yang disebabkan oleh penguapan air dan sebagian kecil oleh keluarnya CO2, NH3, N2 dan kadang-kadang H2S.
·      Bertambahnya diameter kantung udara. Kantung udara terbentuk diantara membran kulit luar dan membran kulit dalam. Dengan demikian selama proses penyimpanan volume ruang udara akan meningkat.
·      Pergeseran; Pada telur segar posisi kuning telur ditengah, makin lama penyimpanan posisi kuning telur akan bergeser ke pinggir, bahkan semakin lama telur disimpan kuning telur akan pecah yang disebabkan pecahnya membran vitelin karena penurunan elastisitasnya dan penurunan kekentalan putih telur.
·      Penurunan grafik telur; Telur apabila disimpan terlalu lama akan melayang dalam air, hal ini disebabkan karena meningkatnya ukuran kantung udara.
·      Perubahan bau, aroma dan rasa.
·      Peningkatan jumlah putih telur, karena pergeseran air dari albumin ke kuning telur.

Adanya beberapa perubahan yang dapat terjadi selama penyimpanan, maka beberapa hal yang dianjurkan antara lain:
·      Menyimpan telur sebaiknya di dalam almari pendingin. Daya simpan telur di suhu ruang adalah 8 hari sedangkan di dalam kulkas bisa bertahan hingga 3 minggu. Setelah ini, kualitas telur akan menurun.
·      Walaupun isi telur tersimpan di dalam cangkang, pori-pori kulit telur tetap bisa menyerap aroma dari luar. Karenanya, simpan telur tidak berdekatan dengan bahan pangan berbau tajam, seperti ikan, durian dan terasi.
·      Simpan telur di dalam rak dan balik setiap 2 hari sekali. Ini untuk menjaga kualitas telur tetap baik dan kuning telur tetap di tengah. (Syanur, 2011)
2.5  Beberapa metode pengawetan telur                  
1.        Metode pengawetan dengan air hangat
Cara pengawetan dengan air hangat sebagai berikut, cuci telur yang akan diawetkan sampai bersih. Kemudian sediakan air hangat , tapi jangan sampai terlalu hangat atau panas. Karena akan berakibat telur menjadi setengah matang. Dengan cara pengawetan yang sangat sederhana ini, telur dapat bertahan hingga kurang lebih 21 hari tanpa mengeluarkan biaya yang banyak.

2.        Metode pengawetan dengan daun jambu
Metode ini disebut juga metode pemindangan. Pemindangan merupakan salah satu bentuk pengolahan dengan kombinasi penggaraman dan perebusan. Telur pindang menggunakan bahan penyamak protein yang akan terdenaturasi jika kontak dengan bahan yang mengandung tannin antara lain kulit bawang merah, daun jambu biji, air teh. Selain memberikan warna yang lebihmenarik, pemindangan dapat membuat telur rebus lebih awet daripada perebusan dengan air biasa.

3.         Metode pengawetan dengan minyak kelapa
Prosedur kerjanya yaitu dengan mengoleskan minyak kelapa menggunakan kuas pada telur. Pengolesan telur ayam dengan minyak kelapa ini mampu mempertahankan kesegaran telur selama 8 minggu atau 2 bulan. Pengawetan telur dengan minyak kelapa tidak hanya mampu mempertahankan kesegaran telur, tapi juga mampu mempertahankan keutuhan nilai gizinya.

4.         Metode pengawetan dengan cara pengasinan
Metode pengasinan yang biasa digunakan adalah metode basah. Telur yang biasanya hanya bertahan 2 minggu, jika diasinkan maka telur bisa bertahan selama 6 minggu. Pengawetan dengan cara mengasinkan ini selain memberikan keuntungan daya simpan lebih lama, juga mengurangi bau amis yang sangat kuat pada telur itik.



BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat yang digunakan:
1. toples bening
2. kamera
3. senter
3.1.2 Bahan yang digunakan:
1. air
2. telur

3.2  Skema kerja 








                                                                                     










BAB 4. HASIL PENGAMATAN
4.1  Penyimpanan suhu kamar
Waktu penyimpanan
Pengamatan
Kenampakan
1
2
3
0 hari
Warna
Coklat cerah
Coklat cerah
Coklat cerah
Aroma
Normal
Normal
Normal
Bercak
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Peneropongan
Kantung udara sedikit
Kantung udara sedikit
Kantung udara sedikit
Uji berat dengan air
Tenggelam
Tenggelam
Tenggelam
45 hari
Warna
Coklat kusam
Coklat kusam
Coklat kusam
Aroma
Busuk
Busuk
Busuk
Bercak
Hijau, hitam
Hijau, hitam
Hijau, hitam
Peneropongan
Kantung udara lebih luas
Kantung udara lebih luas
Kantung udara lebih luas
Uji berat dengan air
Melayang
Melayang
Melayang

4.2  Penyimpanan suhu dingin
Waktu penyimpanan
Pengamatan
Kenampakan
1
2
3
0 hari
Warna
Coklat cerah
Coklat cerah
Coklat cerah
Aroma
Normal
Normal
Normal
Bercak
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Peneropongan
Kantung udara lebih luas
Bening
Bening
Uji berat dengan air
Tenggelam
Tenggelam
Tenggelam
45 hari
Warna
Coklat kusam
Coklat kusam
Coklat kusam
Aroma
Busuk
Busuk
Busuk
Bintik
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Peneropongan
Kantung udara lebih luas
Kantung udara lebih luas
Kantung udara lebih luas
Uji berat dengan air
Tenggelam
Tenggelam
Tenggelam


Gambar pengamatan pada telur

Telur yang disimpan pada suhu ruang (pengamatan setelah 45 hari )

Telur yang disimpan pada suhu dingin / dalam kulkas  (pengamatan setelah 45 hari )



BAB 5. PEMBAHASAN

5.1         Kerusakan Yang Terjadi
Dalam percobaan kali ini dapat diamati perubahan (kerusakan) fisik pada telur. Perubaahan fisik yang pertama yaitu perubahan berat telur. Meskipun tidak menggunakan  timbangan , perubahan berat ini dapat dirasakan dengan  hanya memegangnya. Telur yang semula terasa seperti terisi penuh (lebih berat),  menjadi lebih ringan seperti ada isi dari telur yang berkurang. Semakin lama disimpan bobot telur terasa semakin ringan. Perubahan berat ini baru dapat benar-benar terasa setelah penyimpanan selama dua minggu, pada telur yang disimpan pada suhu  ruang, sedangkan  pada telur yang disimpan pada suhu dingin, perubahan berat baru terasa saat penyimpanan telah mencapai waktu selama empat minggu.
Perubahan fisik kedua adalah timbulnya bercak-bercak hijau dan hitam pada kulit telur yang disimpan pada suhu ruang, sedangkan pada telur yang disimpan pada suhu dingin tidak. Bercak-bercak ini menyerupai jamur, bentuknya seperti bercak apabila terkena noda pada umunya, namun ukuran bercak tidak serupa, ada yang lebar dan ada yang hanya satu titik. Semakin lama penyimpanan bercak semakin banyak.
Ketiga yaitu timbulnyabau busuk. Setelah penyimpanan selama 45 hari,bau dapat dibandingkan antarabau telur yang disimpan pada suhu ruang dengan telur yang disimpan pada suhu dingin. Bau telur yangdisimpan pada suhu ruang jauh lebih busuk daripada yang disimpan pada suhu dingin. Hal ini diamati dengan cara meletakkan telur penyimpanan suhu ruang dan penyimpanan suhu dingin pada tempat tertutup yang berbeda, karena jika diletakkan pada udara terbuka bau pada telur kurang dapat diamati.

5.2         Hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kerusakan pada telur
Dari hasil percobaan  kerusakan yang dapat diidentifikasi adalah perubahan berat, timbulnya bercak, adanya bau busuk, perubahan luas kantung udara setelah peneropongan, serta warna telur yang awalnya cerah menjadi kusam.
Menurut literature pengurangan berat terjadi karena hilangnya air dari albumen tetapi sebagian juga karena kehilangan CO2, NH3, N2, dan H2S. Kemudian luas ukuran ruang udara yang bertambah terjadi karena hilangnya air, sehingga volume ruang udara bertambah. Timbulnya bercak dan bau busuk terjadi akibat aktivitas mikroba, terutama mikroba pembusuk (yang membuat telur menjadi berbau busuk). Sedangkan perubahan warna dari cerah menjadi kusam terjadi karena bercak-bercak tadi, membuat kenampakan telur yangsemula bersih dan cerah menjadi kusam.

5.3    Perbedaan telur yang disimpan pada suhu kamar dan suhu dingin
Berdasarkan data pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data kerusakan yang terjadi pada telur yang disimpan pada suhu ruang adalah sebagai berikut. Adanya perubahan berat, perubahan warna dari coklat cerah menjadi coklat kusam, timbulnya bintik-bintik hijau dan hitam pada kulit telur, ada ruang udara yang lebih luas saat diteropong menggunakan senter, dan keluar bau busuk dari telur. Menurut literature adanya perubahan fisik seperti penurunan berat karena airnya menguap, pembesaran kantung telur karena sebagian isi telur berkurang. Kemudian timbulnya bintik-bintik hijau dan hitam serta keluarnya bau diakibatkan oleh  adanya aktivitas mikroba.
Kerusakan tersebut mulai terlihat pada penyimpanan telur kurang-lebih dua minggu. Sebenarnya mungkin kerusakan sudah terjadi sebelum itu, namun belum ada perubahan yang signifikan dan tanda-tanda kerusakan belum begitu terlihat.
Sedangkan pada telur yang disimpan pada suhu dingin, kerusakan yang terjadi adalah penurunan berat, warna kulit agak kusam, terlihat ruang udara yang lebih luas saat diteropong, dan timbul bau  busuk. Berdasarkan referensi aktivitas mikroba menyebabkan timbulnya bau busuk  dan  timbulnya bintik-bintik pada kulit telur. Namun pada penyimpanan suhu dingin, bintik-bintik tidak tumbuh, mungkin hal ini karena mikroba tidak dapat tumbuh (mengalami inaktifasi enzim) pada suhu dingin.
Kerusakan yang terjadi pada telur yang disimpan pada suhu rendah baru Nampak terjadi setelah dilakukan penyimpanan selama kurang-lebih empat minggu. Hal ini sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa daya simpan  telur yang disimpan di dalam kulkas bisa bertahan hingga 3 minggu. Setelah itu, kualitas telur akan menurun.


BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1.      Kerusakan yang terjadi pada telur antara lain, yaitu berkurangnya berat telur, timbulnya bercak-bercak pada kulit, dan timbulnya bau busuk
2.      Berkurangnya berat adalah akibat dari berkurangnya air dari albumen, juga hilangnya CO2, NH3 , N2 dan H2S
3.      Timbulnya bercak dan bau adalah akibat dari aktivitas mikroba, terutama mikroba pembusuk (menyebabkan bau)
4.      Telur yang disimpan pada suhu ruang mulai rusak setelah penyimpanan selama satu minggu, sedangkan telur yang disimpan pada suhu dingin dapat bertahan hingga tiga minggu
5.      Setelah penyimpanan selama 45 hari, kerusakan yang terjadi pada telur dengan dua cara penyimpanan yang berbeda ini hamper sama, hanya saja telur yang disimpan pada suhu dingin tidak ditumbuhi bercak-bercak hijau
6.      Semakin lama penyimpanan kerusakan yang terjadi pada telur akan makin besar
7.      Penyimpanan pada suhu dingin membuat telur menjadi lebih awet, karena pada suhu dingin mikroba mengalami inaktifasi enzim sehingga tidak tumbuh
8.      Telur yang disimpan pada suhu ruang hanya dapat bertahan kurang lebig satu minggu, sedangkan pada suhu dingin, telur dapat bertahan hingga tiga minggu
9.      Selain menggunakan penyimpanan menggunakan suhu dingin, metode lain untuk membuat telur dapat bertahan lebih lama adalahperlakuan dengan air hangat, pemindangan, pengasinan dan diolesi minyak kelapa



DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2010. Bagaimana Cara Menyimpan Bahan-Bahan Pangan. http://panduanpengguna.com. [Diakses tanggal 1 Mei 2012]

Buckle,K.A..1987. Ilmu Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia Press

Miranda.2010. Tanda-tanda kerusakan pada bahan pangan. http://smallscrab.com. [Diakses tanggal 1 Mei 2012]

Muchtadi, T.R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Pelczar, Michael J. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-Press

Syanur, 2011. Pengambilan dan Penyimpanan Telur. http://pesonaunggas.com. [Diakses tanggal 1 Mei 2012]

1 komentar:

  1. halo ka, aku mau nanya, penelitian yang kakak post ini ada dalam bentuk printannya gak? 'aksud aku kayak dalam bentuk skripsi gitu? makasih kak

    BalasHapus