I.
Praproses Bahan Hasil Pertanian
Dalam proses pengolahan pangan hasil pertanian,
kualitas suatu produk pangan yang di proses sangat erat kaitanya dengan
kualitas input (bahan) yang akan di proses. Sebelum di proses, suatu bahan
pangan melalui sebuah tahap yang sering disebut dengan praproses pengolahan
hasil pertanian. Erepara tahapan proses tersebut antara lain cleaning,sortasi,
grading, pengupasan dan pemotongan, serta blanching.
1.
Cleaning
(pembersihan)
Cleaning adalah proses
memisahkan kontaminan dari bahan. Pengaruhnya yaitu apabila kontaminan seperti
misalnya daun,batu/kerikil tidak dipisahkan akan menghambat atau bahkan
menghalangi proses pengeringan bahan dan proses pengolahan bahan pangan. Proses
cleaning ini dengan cara pengambilan kontaminan salah satunya adalah mineral,
bagian tanaman yang tidak dibutuhakan, bagian hewan yang tidk di olah, bahan
kimia yang berbahaya, serta mikroba yang tumbuh, cleaning juga merupakan tahap
yang dapat mengontrol kandungan mikroba yang terdapat dalam bahan pangan serta
bertujuan untuk menghindari kerusahan alat
Cleaning bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada
bahan. Kotoran yang menempel pada bahan akan menjadi sumber kontaminasi.
Kontaminasi biasanya terkadi saat pemanenan, penyimpanan sebelum proses,
penundaan panen dan pengolahan, serta selama transportasi dan transit. Jenis kontaminan berdasarkan wujudnya dapat
dapat dikelompokkan menjadi : kotoran berupa tanah, kotoran berupa sisa
pemungutan hasil, kotoran berupa benda-benda asing, kotoran berupa serangga
atau kotoran biologis lain, dan kotoran berupa sisa bahan kimia.
Kebersihan sangat mempengaruhi penampakan dari bahan dan hasil dari proses
pengolahan tersebut. Oleh karena itu sebelum proses, suatu bahan pangan harus
dibersihkan dari kotoran-kotoran dan bagian-bagian yang tidak diperlukan. Air
yang diperlukan untuk kegiatan pencucian suatu hendaknya diperhatikan dan harus
memiliki persyaratan tertentu. Secara fisik, air harus jernih, tidak berwarna,
dan tidak berbau. Secara kimiawi, air yang digunakan hendaknya tidak mengandung
senyawa-senyawa kimiawi yang berbahaya.
Dilihat dari segi mikrobiologis, air yang digunakan untuk mencuci harus
bebas dari mikroorganisme yang menjadi wabah penyakit. Ada dua metode
pembersihan pada bahan panan yaitu Pembersihan Cara basah (Wet
Cleaning Method) dan Pembersihan cara kering (Dry Cleaning)Pembersihan bahan
dengan Cara basah (Wet Cleaning Method) biasanya direndam ke dalam air dengan
waktu tertentu untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada bahan.
Perlakuan ini biasanya dibantu dengan penggosokan secara hati-hati agar bahan
tidak tergores.
Metode pembersihan cara basah
meliputi menggetarkan atau mengocok (soaking), menyemprot (spraying),
mengapungkan kontaminan (floating), pembersihan ultrasonik, menyaring
(filtration), mengendapkan (settling). Sedangkan, Metode pembersihan cara
kering (Dry Cleaning) merupakan metode yang pembersihannya tanpa menggunakan
air. Pembersihan cara kering ini meliputi penyaringan (screening), penyikatan,
hembusan udara, menggosok, pemisahan secara magnetic, pengayakan, abrasi, elektrostatik,
radio isotop dan sinar x
. Selama proses cleaning berlangsung
hendaknya tahapan memiliki efisiensi tinggi bauk waktu maupun tenaga, pengambilan
kontaminan sempurna seperti yang di inginkan, cara dan peralatan sesuai dan
memadai, aseptabilitas bahan tinggi sehingga terbebas dari kontaminasi,dan kerusakan
bahan kecil.
2.
Sortasi
Sortasi
merupakan proses pengklasifikasian bahan berdasatkan sifat fisiknya.
Pengaruhnya , apabila tidak dilakukan sortasi maka proses pengeringan dna
pengolahan tidak merata. Misalnya bahan dengan ukuran besar bercampur dengan
bahan berukuran kecil sehingga proses pengeringan dan pengolahannya akan lebih
cepat bahan berukuran kecil.
Sortasi
juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang memisahkan produk berdasarkan
tingkat keutuhan atau kerusakan produk, baik karena cacat karena mekanis
ataupun cacat karena bekas serangan hama atau penyakit. Pada kegiatan sortasi,
penentuan mutu hasil panen biasanya didasarkan pada kebersihan produk, ukuran,
bobot, warna, bentuk, kematangan, kesegaran, ada atau tidak adanya serangan
atau kerusakan oleh penyakit, adanya kerusakan oleh serangga, dan luka oleh
faktor mekanis.
Prinsip sortasi menggunakan
mesin biasannya mengacu
pada sifat-sifat buah yang dapat digunakan sebagai dasar sortasi secara mekanis.
Sifat-sifat buah itu meliputi : berat, ukuran, Bentuk, Karakteristik potometrik: berdasarkan warna dan perubahan transmisi sorter, Aerodinamik dan hidrodinamik: pemisahan berdasarkan densitas atau daya apung, dan permukaan
alami digunakan pada alat sortasi dengan cara menggetarkan dan mendorong.
3.
Grading
Grading merupakan proses pengklasifikasian bahan
berdasarkan kualitasnya. Pengaruhnya yaitu misalnya pada bahan yang tua dan
muda,jika dilakukan pengeringan maka yang akan lebih cepat kering adalah bahan
yang tua karena berhubungan dengan sifat fisiologis dan morfologis bahan yaitu
pori –pori bahan yang lebih besar dan sifat jaringan bahan yang tua lebih
renggang sehingga mempermudah kehilangan air dari jaringan. Grading
merupakan Pemisahan bahan pangan kedalam beberapa katagori berdasarkan mutunya.
Standar grade bahan meliputi tiga hal
atau parameter yang meliputi nama komoditas, kelas grade kualitasnya dan
atribut yang digunakan dalam penetapan standar grade tersebut seperti: warna,
ukuran, kemasakan, tekstur dan bebas tidaknya dari kerusakan seperti kebusukan,
penyakit dan kerusakan akibat benturan fisik, aroma dan cita rasa, fungsi,bebas
dari kontaminan, bebas dari bagian yang tidak perlu sesuai standar/kode. Alat
bantu proses grading ini agar dalam memberikan hasil yang akurat seperti alat
pengukur warna atau ukuran buah apel.
Atribut parameter kualitas buah seperti warna dan ukuran buah sering
menggunakan alat sebagai pembanding atau alat koreksi kebenaran dari inspector
dalam melakukan tugasnya. Kemampuan inspektor melakukan tugasnya dengan baik
dan benar dalam menentukan grade suatu produk atau sistem grading secara umum
dengan bantuan alat yang minimal sangat penting karena akan menentukan
kecepatan dalam melaksanakan tugas.
4.
Pengupasan
dan pemotongan
Pengupasan dilakukan untuk menghilangkan kulit sebagai bagian dari bahan
hasil pertanian yang tidak berfungsi atau tidak dibutuhkan dalam pengolahan
hasil pertanian. Pengupasan ini bertujuan untuk memperbaiki kenampakan produk
akhir,dan setelah dikupas, bahan menjadi bersih dan tidak rusak. Pengupasan
dapat dilakukan dengan beberapa cara yakni dengan cara mekanis, kemis, uap
bertekanan dan flame peeling.
Selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran
dan pemotongan yang sering dikenal dengan istilah size reduction. Pengecilan
ukuran pada bahan dimaksudkan untuk
meningkatkan kualitas bahan atau meningkatkan kesesuaian bahan untuk proses
selanjutnya. Adapun Metode pengecilan ukuran adalah sebagai berikut:
· Memotong menjadi ukuran yang
(besar, medium, kecil)
· Menggiling menjadi bubuk
· Emulsifikasi dan
homogenisasi (susu, margarin, dan es krim)
Ada tiga tipe tenaga yang
dipergunakan untuk pengecilan ukuran bahan padat seperti buah adalah:
· Kompresi, prinsip kerja dari kompresi adalah dengan tekanan yang kuat terhadap buah, biasannya pengancuran ini
untuk menghancurkan buah yang keras dan alat dari kompresi ini dinamankan chrushing rolls
· Pukulan/Impact
Prinsip kerja dari impact
adalah dengan memukul
buah. Alat ini untuk menghasilkan bahan dengan ukuran kasar, sedang, dan halus.
Alat yang biasa digunakan dalam metode ini adalah Hammer mill
· Menggiling/Shearing
Prinsip kerja dari impact
adalah denga mengikis buah atau
menggiling buah. Alat ini untuk menghasilkan bahan dengan ukuran yang halus.
Alat yang biasa digunakan dalam metode ini adalah Disc Atrition Mill
5.
Blanching
Di dalam proses
pengolahan hasil pertanian terdapat suatu proses pendahuluan yang umum dan
biasa digunakan dalam beberapa proses, seperti pembekuan, pengalengan, dan
pengeringan sayuran maupun buah-buahan, dimana proses tersebut disebut dengan
Blanching.
Blanching adalah
pemanasan pendahuluan dalam pengolahan pangan. Blancing merupakan tahap pra
proses pengolahan bahan pangan yang biasa diakukan dalam proses pengalengan,
pengeringan sayuran dan buah-buahan.
Mulanya proses termal
dalam pengolahan merupakan suatu cara untuk menghilangkan aktivitas biologi
yang tidak diinginkan. Keuntungan yang diperoleh dari proses ini adalah mampu
memperpanjang umur simpan bahan pangan dalam wadah tertutup dan dapat
mempertahankan nutrisi dan mampu mempertahankan mutu yang ada dalam bahan.
Blancing dapat
dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
1. Blancing dengan menggunakan air panas (Hot Water
Blanching). Pada cara ini bahan kontak langsung dengan air panas sehingga bahan
akan banyak kehilangan komponen-komponen yang bersifat larut dalam air. Suhu
yang digunakan sekitar 75 – 100oC.
2. Blancing dengan menggunakan uap (Steam
Blanching). Cara ini lebih baik dibanding dengan blancing menggunakan air panas
yaitu kehilangan komponen yang bersifat larut dalam air lebih sedikit. Tekanan
uap yang digunakan pada tekanan atmosfer ataupun pada tekanan yang lebih
rendah.
3. Blancing dengan mikrowave. Cara ini dilakukan
dengan menaruh bahan dan didiamkan dalam mikrowave. Dengan keadaan bahan yang
dikemas dalam wadah tipis(film bag). Kelebihan dari cara ini adalah dapat
menurunkan kandungan mikroba dan sedikit kehilangan nutrisi, tetapi cara ini
sangat mahal harganya.
Blancing bertujuan untuk inaktivasi enzim,
pembersihan bahan-bahan mentah dan mengurangi kadar bakterinya, membuat
jaringan berkerut sehingga membuat pengisian bahan mentah menjadi mudah,
mempertahankan dan memperbaiki warnadan memprbaiki tekstur.
Blanching dapat menyebabkan kerugian pada bahan,
yaitu kehilangan zat gizi yang larut dalam air dan peka terhadap panas,
menghambat proses pengeringan bahan-bahan yang mengandung pati menyebabkan
kerusakan tekstur bila waktu blanching terlalu lama serta terjadi perubahan
warna.
Beberapa metode blanching diketahui bahwa kecepatan
destruksinya terhadap nutrisi dan enzim yang tahan panas mempunyai respon yang
sama, sehingga menaikkan maupun menurunkan suhu tidak akan merubah situasi.
Sehingga blanching dapat dioptimasi dengan beberapa faktor lain, seperti
hilangnya zat nutrisi yang terlarut, kerusakan akibat oksidasi dan lain-lain.
Berdasarkan hal tersebut proses blanching paling
optimum dilakukan dengan proses High Temperature Short Time dimana blanching
dilakukan dalam waktu yang cepat dengan metode Steam Blanching, karena pada
proses ini pelarutan zat nutrisi yang disebabkan karena bahan yang tidak tahan
terhadap panas dan mudah larut dalam air dapat dikurang.
II.
Penyimpanan Dalam Suhu Rendah
Prinsip dasar penyimpanan pada suhu rendah adalah untuk menghambat
pertumbuhan mikroba, dan menghambat reaksi-reaksi enzimatis, kimiawi dan
biokimiawi
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara
lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis.
Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan.
Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang tertua.
Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang
digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya
antara – 1°C sampai + 4°C. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses
biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan
selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis bahan
pangannya. Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan,
jadi bahan disimpan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan
pada suhu kira-kira –17 °C atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini pertumbuhan
bakteri sama sekali berhenti. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu antara
– 12 °C sampai – 24 °C. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai bebarapa
bulan, bahkan kadang-kadang beberapa tahun.
Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan juga ada hubungannya dengan
aktivitas mikroba adalah sebagian besar organisme perusak tumbuh cepat pada
suhu di atas 10°C, beberapa jenis organisme pembentuk racun masih dapat hidup
pada suhu kira-kira 3,3°C, organisme psikrofilik tumbuh lambat pada suhu 4,4 °C
sampai – 9,4 °C
Organisme ini tidak menyebabkan keracunan atau menimbulkan penyakit pada
suhu tersebut, tetapi pada suhu lebih rendah dari – 4,0 °C akan menyebabkan
kerusakan pada makanan.
Jumlah mikroba yang terdapat pada produk yang didinginkan atau yang
dibekukan sangat tergantung kepada penanganan atau perlakuan-perlakuan yang
diberikan sebelum produk itu didinginkan atau dibekukan, karena pada
kenyataannya mikroba banyak berasal dari bahan mentah/ bahan baku. Setiap bahan
pangan yang akan didinginkan atau dibekukan perlu mendapat perlakuan-perlakuan
pendahuluan seperti pembersihan, blansing, atau sterilisasi, sehingga mikroba
yang terdapat dalam bahan dapat sedikit berkurang atau terganggu keseimbangan
metabolismenya.
Pada umumnya proses-proses metabolisme (transpirasi atau penguapan,
respirasi atau pernafasan, dan pembentukan tunas) dari bahan nabati seperti
sayur-sayuran dan buah-buahan atau dari bahan hewani akan berlangsung terus
meskipun bahan-bahan tersebut telah dipanen ataupun hewan telah disembelih.
Proses metabolisme ini terus berlangsung sampai bahan menjadi mati dan akhirnya
membusuk. Suhu dimana proses metabolisme ini berlangsung dengan sempurna
disebut sebagai suhu optimum.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat mematikan
bakteri, sehingga pada waktu bahan beku dikeluarkan dan dibiarkan hingga
mencair kembali (“thawing”), maka pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba
dapat berlangsung dengan cepat. Penyimpanan dingin dapat menyebabkan kehilangan
bau dan rasa beberapa bahan bila disimpan berdekatan. Misalnya mentega dan susu
akan menyerap bau ikan dan bau buah-buahan, telur akan menyerap bau bawang.
Bila memungkinkan sebaiknya penyimpanan bahan yang mempunyai bau tajam terpisah
dari bahan lainnya, tetapi hal ini tidak selalu ekonomis. Untuk mengatasinya,
bahan yang mempunyai bau tajam disimpan dalam kedaan terbungkus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendinginan yaitu suhu, kualitas bahan
mentah yang sebaiknya bahan yang akan disimpan mempunyai kualitas yang baik, perlakuan
pendahuluan yang tepat, misalnya pembersihan/ pencucian atau blancing, kelembaban
yakni umumnya RH dalam pendinginan sekitar 80 – 95 %. Sayur-sayuran disimpan
dalam pendinginan dengan RH 90 – 95 %, aliran udara yang optimum, distribusi
udara yang baik menghasilkan suhu yang merata di seluruh tempat pendinginan,
sehingga dapat mencegah pengumpulan uap air setempat (lokal).
Keuntungan penyimpanan dingin :
• Dapat menahan kecepatan reaksi kimia dan enzimatis,
juga pertumbuhan dan metabolisme mikroba yang diinginkan. Misalnya pada
pematangan keju.
• Mengurangi perubahan flavor jeruk selama proses
ekstraksi dan penyaringan
• Mempermudah pengupasan dan pembuangan biji buah yang
akan dikalengkan.
• Mempermudah pemotongan daging dan pengirisan roti
• Menaikkan kelarutan CO2 yang digunakan untuk ” soft
drink “
Air yang digunakan didinginkan lebih dahulu sebelum
dikarbonatasi untuk menaikkan kelarutan CO2.
Kerugian penyimpanan dingin :
• Terjadinya penurunan kandungan vitamin, antara lain vitamin C
• Berkurangnya kerenyahan dan kekerasan pada buah-buahan dan sayur-sayuran
• Perubahan warna merah daging
• Oksidasi lemak
• Pelunakan jaringan ikan
• Hilangnya flavor
Pengaruh pendinginan terhadap makanan :
1. Penurunan suhu mengakibatkan penurunan proses kimia, mikrobiologi , dan
biokimia yang berhubungan dengan kelayuan, kerusakan, pembusukan , dll.
2. Pada suhu kurang dari 0 °C , air akan membeku kemudian terpisah dari
larutan dan membentuk es. Jika kristal es yang terbentuk besar dan tajam akan
merusak tekstur dan sifat pangan , tetapi di lain pihak kristal es yang besar
dan tajam juga bermanfaat untuk mereduksi atau mengurangi mikroba jumlah
mikroba.
Pembentukan kristal es menjadi bagian penting dalam mekanisme pengawetan
dengan pembekuan. Sebuah kristal es yang terbentuk misalnya, dapat menarik
seluruh air bebas dalam sel bakteri dan khamir. Kristal-kristal ekstra seluler
dapat menyebabkan pembekuan isi sel melalui perforasi. Tanpa kristal es ekstra
seluler, sel masih bisa betahan (belum membeku) pada suhu – 25 °C, tetapi jika
terdapat kristal es tersebut sel membeku pada – 5 °C.
Proses pembekuan yang terjadi pada makanan :
Perubahan bahan sampai membeku tidak terjadi sekaligus dari cairan ke
padatan. Contohnya sebotol susu yang disimpan pada ruang pembeku (freezer),
maka cairan yang paling dekat dengan dinding botol akan membeku lebih dahulu.
Kristal yang terjadi mula-mula ialah air murni (H2O). Ketika air terus
berkristal, susu menjadi lebih pekat terutama pada komponen protein, lemak,
laktosa, dan mineral. Pekatan ini akan berkristal secara perlahan-lahan
sebanding dengan proses pembekuan yang berlangsung pada makanan.
Pada pembekuan akan terjadi beberapa proses sebagai berikut :
Mula-mula terjadi pembentukan kristal es yang biasanya berlangsung cepat
pada suhu dibawah 0 °C. Kemudian diikuti proses pembesaran dari kristal-kristal
es yang berlangsung cepat pada suhu – 2 °C sampai – 7 °C. Pada suhu yang lebih
rendah lagi, maka pembesaran kristal-kristal es dihambat karena kecepatan
pembentukan kristal es meningkat.
Secara normal pembesaran kristal-kristal es dimulai di ruang ekstra
seluler, karena viskositas cairannya relatif lebih rendah. Bila pembekuan
berlangsung secara lambat, maka volume ekstra seluler lebih besar sehingga
terjadi pembentukan kristal-kristal es yang besar di tempat itu. Kristal es
yang besar akan menyebabkan kerusakan pada dinding sel. Kadar air bahan makin
rendah , maka akan terjadi denaturasi protein terutama pada bahan nabati.
Proses ini bersifat irreversible.
Pembekuan secara cepat akan menghambat kecepatan difusi air ke ruang ekstra
seluler, akibatnya air akan berkristal di ruang intra seluler, sehingga massa
kristal es akan terbagi rata dalam seluruh jaringan. Kristal es yang terbentuk
berukuran kecil-kecil. Keadaan ini mengakibatkan kehilangan air pada waktu ”
thawing ” akan berkurang.
Pembekuan menyebabkan terjadinya :
• perubahan tekstur
• pecahnya emulsi lemak
• perubahan fisik dan kimia dari bahan
Perubahan yang terjadi tergantung dari komposisi makanan sebelum dibekukan.
Konsentrasi padatan terlarut yang meningkat, akan merendahkan kemampuan
pembekuan. Bila dalam larutan mengandung lebih banyak garam, gula, mineral, dan
protein, akan menyebabkan titik beku lebih rendah dan membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk membeku.
Dibandingkan dengan pemanasan dan pengeringan, maka pembekuan dalam
pengawetan sebenarnya lebih berorientasi pada usaha penghambatan
tumbuhkembangnya mikroba serta pencegahan kontaminasi yang akan terjadi. Oleh
karena itu jumlah mikroba dan kontaminasi atau kerusakan awal bahan pangan
sangat penting diperhitungkan sebelum pembekuan. Jadi sanitasi dan higiene
pra-pembekuan ikut menentukan mutu makanan beku. Produk pembekuan yang bahan
asalnya mempunyai tingkat kontaminasi tinggi, akan lebih cepat rusak atau lebih
cepat turun mutunya dibandingkan dengan bahan yang pada awalnya lebih rendah
kadar kontaminasinya.
Teknik-teknik Pembekuan :
1. Penggunaan udara dingin yang diiupkan atau gas lain dengan suhu rendah
kontak langsung dengan makanan. Contohnya alat pembeku terowongan (“tunnel
freezer ” ).
2. Kontak
tidak langsung
Makanan atau cairan yang telah dikemas kontak dengan permukaan logam
(lempengan silindris) yang telah didinginkan dengan cara mensirkulasikan cairan
pendingin. Contohnya alat pembeku lempeng ( “plate freezer ” ) .
3. Perendaman langsung makanan ke dalam cairan pendingin atau menyemprotkan
cairan
pendingin di atas makanan, misalnya nitrogen cair, freon, atau larutan
garam.
Dalam sistem pendingin diperlukan suatu medium pemindahan panas yang
disebut “refrigeran “. Yang dimaksud dengan refrigeran yaitu suatu bahan yang
dapat menghilangkan atau memindahkan panas dari suatu ruang tertutup atau benda
yang didinginkan.
Sifat-sifat refrigeran dalam sistem pendingin, antara lain: titik didih
rendah, titik kondensasi rendah, tidak menimbulkan karat pada logam, tidak
mudah menimbulkan iritasi / luka, harganya relatif murah,dan mudah dideteksi dalam jumlah kecil.
Refrigeran yang sering digunakan antara lain: Ammonia ( NH3),
Metil khlorida ( CH3Cl ), Freon 12 atau dichlorofluorometana ( CCl2F2),
Karbon dioksida ( CO2), Sulfur dioksida (SO2), propana (
C3H8).
Sirkulasi udara dalam lemari es perlu dijaga untuk mencegah pengeringan
dari produk dan menghilangkan panas dari produk dan dari dinding lemari es.
Sebagian besar makanan mengandung air dalam kadar yang tinggi, karena itu
jangan dibiarkan bahan terbuka terhadap sirkulasi udara yang cepat. Kelembaban
dalam ruang es perlu dikontrol karena perbedaan uap diantara lemari es dan
makanan menyebabkan hilangnya air dari makanan yang tidak dibungkus, sehingga
terjadi pengringan bahan.
Pengeringan terutama terjadi pada bahan yang dibekukan tanpa dibungkus
lebih dahulu atau dibungkus dengan bahan yang tidak tembus uap air serta waktu
membungkusnya masih banyak ruang-ruang yang tidak terisi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan , antara lain :
1. Suhu,Suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan pengeringan yang
terjadi lebih besar
2.
Kelembaban relatif atmosfir. Bila RH rendah, maka pengeringan lebih besar
3. Kontak dengan atmosfir. Penggunaan pembungkus akan mengurangi gejala
kekeringan
4.
Intensitas sirkulasi udara
Perbedaan suhu
antara produk dan udara
Perubahan-perubahan yang terjadi pada pendinginan, adalah perubahan warna
pemucatan warna khlorofil (menjadi kecoklatan) , perubahan tekstur kerusakan
gel (menjadi keras),• perubahan flavor hilangnya flavor asal (pembentukan flavor
yang menyimpang) terkadang menyebabkan ketengikan, perubahan zat gizi (vitamin
C dan lemak tidak jenuh, serta asam amino essensial)
Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada pendinginan
Pemakaian suhu rendah untuk mengawetkan bahan pangan tanpa mngindahkan
syarat-syarat yang diperlukan oleh masing- masing bahan, dapat mngakibatkan
kerusakan-kerusakan sebagai berikut :
1. Chilling injury
Chilling injury terjadi karena kepekaan bahan terhadap suhu rendah, daya
tahan dinding se, burik-burik bopeng (pitting), jaringan bahan menjadi cekung
dan transparan, pertukaran bau / aroma.
Di dalam ruang pendingin dimana disimpan lebih dari satu macam komoditi
atau produk, kemungkinan terjadi pertukaran bau/aroma. Contoh: apel tidak dapat
didinginkan bersama-sama dengan seledri, kubis, ataupun bawang merah.
2. Kerusakan oleh bahan pendingin / refrigeran
Bila lemari es menggunakan amonia sebagai refrigeran, misalnya terjadi
kebocoran pada pipa dan ammonia masuk ke dalam ruang pendinginan, akan
mengakibatkan perubahan warna pada bagian luar bahan yang didinginkan berupa
warna coklat atau hitam kehijauan. Kalau proses ini berlangsung terus, maka
akan diikuti proses pelunakan jaringan-jaringan buah. Sebagai contoh : suatu
ruangan pendingin yang mengandung amonia sebanyak 1 % selama kurang dari 1 jam,
akan dapat merusak apel, pisang, atau bawang merah yang disimpan di dalamnya.
3. Kehilangan air dari bahan yang didinginkan akibat pengeringan
Kerusakan ini terjadi pada bahan yang dibekukan tanpa dibungkus atau yang
dibungkus dengan pembungkus yang kedap uap air serta waktu membungkusnya masih
banyak ruang-ruang yang tidak terisi bahan. Pengeringan setempat dapat
menimbulkan gejala yang dikenal dengan nama ” freeze burn ” , yang terutama
terjadi pada daging sapi dan daging unggas yang dibekukan. Pada daging unggas,
hal ini tampak sebagai bercak-bercak yang transparan atau bercak-bercak yang
berwarna putih atau kuning kotor.
Freeze burn disebabkan oleh sublimasi setempat kristal-kristal es melalui
janganjaringan permukaan atau kulit. Maka terjadilah ruangan-ruangan kecil yang
berisi udara, yang menimbulkan refleksi cahaya dan menampakkan warna-warna
tersebut. Akibat terjadinya
freeze burn, maka akan terjadi perubahan rasa pada bahan , selanjutnya
diikuti dengan proses denaturasi protein.
4. Denaturasi protein
Denaturasi protein berarti putusnya sejumlah ikatan air dan berkurangnya
kadar protein yang dapat diekstrasi dengan larutan garam. Gejala denaturasi
protein terjadi pada daging, ikan, dan produk-produk air susu. Proses denaturasi
menimbulkan perubahan-perubahan rasa dan bau, serta perubahan konsistensi
(daging menjadi liat atau kasap). Semua bahan yang dibekukan, kecuali es krim,
sebelum dikonsumsi dilakukan “thawing”, maka untuk bahan yang telah mengalami
denaturasi protein pada waktu pencairan kembali, air tidak dapat diabsorpsi
(diserap) kembali. Tekstur liat yang terjadi disebabkan oleh membesarnya
molekul-molekul.
bagus mbk..:)
BalasHapusijin kopas ya sayang
BalasHapusijin kopas yaa,, mkchi
BalasHapussumber pustakanya dari mana ya?
BalasHapus